Oleh: Haedar Nashir (Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah)
Siapa figur utama teladan terbaik di semesta raya ini? Setiap muslim pasti menjawab yakin: Nabi Muhammad s.a.w.! Baginda adalah Nabi dan Rasul terakhir, pembawa risalah Allah untuk seluruh umat manusia. Sikap muslim terhadap Nabi bukan hanya meneladani, bahkan menaati dan mengimaninya sebagai bagian rukun iman.
Uswah hasanah atau teladan terbaik Nabi Muhammad dimaklumatkan oleh Allah dalam firman-Nya: “Laqad k?na lakum f? ras?lill?hi uswatun ?asanatul li-man k?na yarjull?ha wal-yaumal-?khira wa ?akarall?ha kat??r?”, artinya “Sungguh, pada (diri) Rasulullah benar-benar ada suri teladan yang baik bagimu, (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari Kiamat serta yang banyak mengingat Allah.” (QS Al-Ahzab: 21).
Sungguh tiada figur utuh menyeluruh selain Nabi Muhammad yang ditahbiskan Allah sebagai teladan terbaik dalam kehidupan ini. Hanya Nabi Ibrahim yang sama dipermaklumkan Allah dalam Al-Quran sebagai uswah hasanah, “Qad k?nat lakum uswatun ?asanatun f? ibr?h?ma walla??na ma’ahu”, artinya “Sungguh, benar-benar ada suri teladan yang baik bagimu pada (diri) Ibrahim dan orang-orang yang bersama dengannya.” (QS Al-Mumtahanah: 4).
Nabi sungguh berakhlak nan agung, “wa innaka la‘alâ khuluqin ‘adhîm” (QS Al-Qalam: 4). Keteladanan dan akhlak terbaik Nabi itu tak bertepi, dari hal kecil hingga urusan terbesar dalam segala urusan kehidupan. Dari rahim keteladanan dan risalahnya umat manusia terselamatkan hidupnya. Lebih jauh terbangun peradaban al-Madinah al-Munawwarah di jazirah Arab hingga ke pentas dunia. Umat Islam mengukir peradaban berkemajuan berabad-abad lamanya karena mengikuti jejak risalah Nabi.
Nabi Muhammad diberi mandat menjalankan dua misi utama kerisalahan, yang melekat dengan uswah hasanah dan karakter utama beliau, “Sesungguhnya aku diutus hanya untuk menyempurnakan keshalihan akhlak.” (HR. Al-Baihaqi). Sekaligus mewujudkan risalah Islam sebagai rahmat bagi semua, “Dan tiadalah kami mengutus kamu (Muhammad), melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam.” (QS Al-Anbiya: 107). Allah bahkan memuliakan Nabi hingga diisrakan dan dimikrajkan ke Sidratul Muntaha untuk menghadap kepada-Nya. Allah dan para Malaikat pun bershalawat kepadanya.
Muhammad al-Hufy dalam kitab “Min Akhlaq an-Nabiy” mendaftar sampai duapuluhsatu sifat dari akhlak mulia Nabi Muhammad. Baginda Muhammad memiliki sikap al-hubb ‘ala al-akhlaq al-karimah (mencintai akhlak mulia), asy-syaja’ah (pemberani), al-karam (pemurah, suka memuliakan), al-‘adl (adil), al-‘iffah (menjaga diri dari hal buruk), ash-shidqu (benar, jujur), al-amanat (terpercaya), ash-shabru (penyabar), al-hilmu (lapang hati, lembut), al-‘afwu (pemaaf), ar-rahmanu (pengasih), itsar al-salam (mengutamakan damai), al-juhdu (sederhana, bersahaja dalam hidup), al-haya (pemalu, malu atas hal buruk), at-tawadhu’ (rendah hati), al-wafa (setia), asy-syura (suka bermusyawarah), thibu al-isyrah (baik dalam pergaulan, suka mempermudah), hubb al-‘amal (gemar berbuat kebaikan), dan al-bisyr wa al-fukhahah (gembira dan suka bercanda).
Akhlak mulia dan keteladanan Nabi sungguh multidimensi, bukan satu sisi. Muhammad adalah manusia sempurna yang sesungguhnya (insan kamil), yang seluruh hidupnya berteladan utama. Dialah Nabi dan Rasul nan agung. Pengaruhnya dalam kehidupan melintas batas sepanjang masa. Hingga Michael Hart yang non-muslim menulis The 100: A Ranking of the Most Influential Persons in History. Hart menempatkan Muhamamd sebagai nomor satu dari seratus tokoh dunia yang paling berpengaruh sepanjang sejarah. Ketika buku yang menggembarkan itu terbit 1978, sebagian orang Islam ada yang tidak terima, karena Nabi disejajarkan dengan tokoh lain. Biasa, cara berpikir ekslusif sempit selalu hadir seperti itu. Melihat sesuatu hanya dari sudut pandangnya sendiri. Bagai katak dalam tempurung. Tidak mau menghargai pandangan lain yang sejatinya positif dan objektif.
Keteladanan Rasulullah tak terbandingkan dengan siapapun. Siti Aisyah r.a. bersaksi, “Akhlak Nabi ialah Al-Quran”. Muhammad s.a.w. adalah Al-Quran yang berjalan dan mewujud dalam kehidupan. Keteladanannya spektakuler, melahirkan Piagam Madinah dan Fathu Makkah yang melegenda. Nabi sungguh pemimpin dunia tiada banding. “Muhammad tidur beralaskan tikar, tapi ia mengguncang tahta Kisra”, tulis Mohammad Iqbal sang begawan ternama!
Mana ada insan muslim tak paham akan keteladanan Nabi, apalagi meragukan dan menisbikannya. Muhammad adalah figur satu-satunya yang wajib diimani, dicontoh, ditaati, dan diikuti jejak kehidupannya. Sunnah Nabi bersama Al-Quran bahkan jadi landasan dan rujukan utama berislam bagi seluruh umat muslim. Uswah hasanahnya menjadi role-model umat manusia di semesta raya. Apalagi bagi insan muslim dan mukmin.
Bila dalam relasi antar manusia atau habluminannas di muka bumi ini insan muslim ber-mujamalah dengan memuji, menghargai, dan menghormati sesama yang berbuat teladan baik, janganlah dianggap menegasikan uswah hasanah Nabi. Apalagi dipertentangkan sebagai ironi. Justru itu wujud dari cara meneladani Nabi dalam berakhlak mulia kepada sesama. Sekaligus mengedepankan sikap wasathiyah, beragama dan berperikehidupan siger tengah.
Tebarkan damai dan jalan ihsan dalam meneladani uswah hanasah Nabi. Lewat perbuatan, bukan demagogi. Jauhi sikap ekstrem (ghuluw) menebar benih saling membenci, menghujat, dan memusuhi. Lebih-lebih merasa diri paling benar dan bersih sendiri. Sikap naif seperti itu tidaklah mencerminkan akhlak mulia dan misi kerisalahan Nabi!
0 Komentar
Untuk mengirimkan komentar silakan login terlebih dahulu!